BAB I
PENDAHULUAN
Bagian
bumi yang ditempati oleh mahluk hidup dikenal sebagai biosfer, yang mencakup
semua kawasan daratan, udara dan air dari planet bumi. Kawasan biosfer terletak
mulai dari 8 km diatas permukaan bumi, sampai 8 km dibawah permukaan lautan.
Organisme hidup tidak terdistribusi secara merata dalam biosfer, hanya beberapa
spesies organisme yang hidup pada permukaan es abadi dikutub selatan maupun
dikutub utara bumi. Sebaliknya hutan sangat kaya dengan keanekaragaman spesies.
Biosfer
besar, kompleks dan sulit dipelajari, sehingga para ahli ekologi lebih suka
bekerja dengan unit lebih kecil dari biosfer, yang disebut dengan ekosistem.
Sebuah ekosistem terdiri atas gambaran fisik kawasan tertentu (faktor abiotik)
dan organisme hidup (faktor biotik) yang terdapat dalam kawasan tersebut.
Faktor abiotik dalam ekosistem hutan hujan tropis terdiri atas faktor abiotik
seperti tanah, air, suhu, kelembaban, angin, sinar matahari. Sedangkan
tumbuhan, hewan, seperti kelinci, burung, tikus, singa dan lain-lain adalah
komponen biotik dalam ekosistem hutan hujan tropis.
BAB II
PEMBAHASAN
Hutan
hujan tropis adalah hutan yang memiliki keanekaragaman tumbuhan
yang sangat tinggi, atau hutan dengan pohon-pohon yang tinggi,
iklim yang lembab, dan curah hujan yang tinggi
(Zaenuddin, 2008).
Pada
hutan hujan tropis terdapat berbagai kehidupan hewan serangga yang jumlahnya
tak terhitung dan kadang-kadang
memiliki warna yang indah sekali. Selain itu banyak juga terdapat
katak pohon, kadal, ular, burung, tupai, monyet, dsb. Sebagian besar hidup hewan-hewan tersebut di atas pohon dan sangat jarang turun untuk
menyentuh tanah selama hidupnya. Tumbuhan penyusun dari hutan
hujan ini dapat berganti daun-daunya setiap tahunnya
secara individual. Namun demikian tidak terdapat
perubahan musiman yang teratur dan tidak juga berpengaruh terhadap seluruh vegetasi yang ada. Sepanjang tahun terjadi pembungaan dan
pembentukkan buah, meskipun ada kecenderungan setiap tumbuhannya
memiliki musim pembuahan pada waktu-waktu tertentu dan
tidak sama untuk masing- masing jenis tumbuhan. Proses
demikian disebut dengan gejala cauliflory (berbunga dan berbuah pada batang atau dahan-dahan yang telah tua dan
tidak berdaun lagi). Proses dan siklus yang demikian itu
merupakan gejala yang sangat umum dalam wilayah hutan
hujan tropis (Ardiananda, 2008).
A.
Karakteristik Hutan Hujan Tropis
Hutan
hujan tropika terbentuk di wilayah-wilayah beriklim tropis,
dengan curah hujan tahunan minimum berkisar antara 1,750 millimetre
(69 in) dan 2,000 millimetre (79 in). Sedangkan rata-rata
temperatur bulanan berada di atas 18 °C (64 °F) di sepanjang tahun.
Hutan
basah ini tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian sekitar 1.200 m
dpl., di atas tanah-tanah yang subur atau relatif subur, kering (tidak
tergenang air dalam waktu lama), dan tidak memiliki musim kemarau
yang nyata (jumlah bulan kering < 2).
Hutan
hujan tropika merupakan vegetasi
yang paling kaya, baik dalam arti jumlah jenis
makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam tingginya nilai sumberdaya lahan
(tanah,
air,
cahaya
matahari)
yang dimilikinya. Hutan dataran rendah ini didominasi oleh pepohonan besar yang
membentuk tajuk berlapis-lapis (layering), sekurang-kurangnya tinggi
tajuk teratas rata-rata adalah 45 m (paling tinggi dibandingkan rata-rata hutan
lainnya), rapat, dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan tajuk atas di
hutan ini:
1.
Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi,
muncul di sana-sini dan menonjol di atas atap tajuk (kanopi hutan)
sehingga dikenal sebagai “sembulan” (emergent). Sembulan ini bisa
sendiri-sendiri atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Pohon-pohon
tertinggi ini bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari 30 m, dan dengan
lingkar batang hingga 4,5 m.
2.
Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang
tingginya antara 24–36 m.
3.
Lapisan tajuk bawah, yang tidak selalu
menyambung. Lapisan ini tersusun oleh pohon-pohon muda, pohon-pohon yang
tertekan pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang tahan naungan.
4.
Kanopi hutan banyak mendukung kehidupan
lainnya, semisal berbagai jenis epifit
(termasuk anggrek),
bromeliad,
lumut,
serta lumut
kerak, yang hidup melekat di cabang dan rerantingan.
Tajuk atas ini demikian padat dan rapat, membawa konsekuensi bagi kehidupan di
lapis bawahnya. Tetumbuhan di lapis bawah umumnya terbatas keberadaannya oleh
sebab kurangnya cahaya matahari yang bisa mencapai lantai hutan, sehingga orang
dan hewan cukup leluasa berjalan di dasar hutan.
Ada
dua lapisan tajuk lagi di aras lantai hutan, yakni lapisan semak dan lapisan
vegetasi penutup tanah. Lantai hutan sangat kurang cahaya, sehingga hanya
jenis-jenis tumbuhan yang toleran terhadap naungan yang bertahan hidup di sini;
di samping jenis-jenis pemanjat (liana)
yang melilit batang atau mengait cabang untuk mencapai atap tajuk. Akan tetapi
kehidupan yang tidak begitu memerlukan cahaya, seperti halnya aneka kapang
dan organisme pengurai (dekomposer) lainnya tumbuh berlimpah ruah.
Dedaunan, buah-buahan, ranting, dan bahkan batang kayu yang rebah, segera
menjadi busuk diuraikan oleh aneka organisme tadi. Pemakan semut
raksasa juga hidup di sini.
Pada
saat-saat tertentu ketika tajuk tersibak atau terbuka karena sesuatu sebab
(pohon yang tumbang, misalnya), lantai hutan yang kini kaya sinar matahari
segera diinvasi oleh berbagai jenis terna, semak dan anakan pohon; membentuk
sejenis rimba yang rapat.
B.
Ciri-ciri Umum Hutan Hujan Tropis
Ciri-ciri
umum hutan hujan tropis dapat disebutkan sebagai berikut :
1.
Lokasi
: hutan hujan berada di daerah
tropis.
2.
Curah hujan : hutan
hujan memperoleh curah hujan sebesar paling tidak 80 inci setiap
tahunnya.
3.
Kanopi
: hutan hujan memiliki kanopi,
yaitu lapisan-lapisan cabang pohon beserta daunnya yang terbentuk oleh rapatnya
pohon-pohon hutan hujan.
4.
Keanekaragaman biota : hutan
hujan memiliki tingkat keragaman biota yang tinggi (biodiversity). Biodiversity
adalah sebutan untuk seluruh benda hidup seperti tumbuhan, hewan, dan jamur yang
ditemukan di suatu ekosistem. Para peneliti percaya bahwa sekitar separuh dari
tumbuhan dan hewan yang ditemukan di muka bumi hidup di hutan hujan.
5.
Hubungan simbiotik antar spesies : spesies
di hutan hujan seringkali bekerja
bersama. Hubungan simbiotik adalah hubungan dimana dua spesies berbeda
saling menguntungkan dengan saling membantu. Contohnya, beberapa
tumbuhan membuat struktur tempat tinggal kecil dan gula untuk semut.
Sebagai balasannya, semut menjaga tumbuhan dari serangga-serangga lain
yang mungkin ingin memakan daun dari tumbuhan tersebut
bersama. Hubungan simbiotik adalah hubungan dimana dua spesies berbeda
saling menguntungkan dengan saling membantu. Contohnya, beberapa
tumbuhan membuat struktur tempat tinggal kecil dan gula untuk semut.
Sebagai balasannya, semut menjaga tumbuhan dari serangga-serangga lain
yang mungkin ingin memakan daun dari tumbuhan tersebut
6.
Ciri-ciri : Iklim
selalu basah. Curah hujan tinggi dan merata, tanah kering sampai
lembab dan bermacam-macam jenis tanah. Mayoritas hidup tumbuhan berkayu
(perpohonan. liana). tumbuhan berbatang kurus (tidak banyak cabang. kulit
tipis). Terdapat di pedalaman. pada tanah rendah sampai berbukit (1000 mdpl)
sampai pada dataran tinggi (s/d 4000 mdpi). Dapat dibedakan menjadi 3 zone
menurut ketinggiannya : Hutan Hujan Bawah (2 - 1000 mdpl). Hutan Hujan
Tengah (1000 - 3000 mdpl), Hutan Hujan Atas (3000 - 4000 mdpl). Terdapat
terutama di Sumatera. Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian.
C.
Fungsi Hutan Hujan Tropis
Hutan
hujan tropis berfungsi bagi ekosistem global. Karena hutan hujan tropis dapat :
1.
menyediakan rumah bagi banyak tumbuhan
dan hewan;
2.
membantu menstabilkan iklim dunia;
3.
melindungi dari banjir, kekeringan, dan
erosi;
4.
adalah sumber dari obat-obatan dan
makanan;
5.
menyokong kehidupan manusia suku
pedalaman; dan adalah tempat menarik untuk dikunjungi;
6.
Hutan hujan menyediakan rumah bagi
tumbuhan dan hewan liar. Hutan hujan
merupakan rumah bagi banyak spesies tumbuhan dan hewan di dunia,
termasuk diantaranya spesies yang terancam punah. Saat hutan ditebangi,
banyak spesies yang harus menghadapi kepunahan. Beberapa spesies di hutan
hujan hanya dapat bertahan hidup di habitat asli mereka. Kebun binatang tidak
dapat menyelamatkan seluruh hewan.
merupakan rumah bagi banyak spesies tumbuhan dan hewan di dunia,
termasuk diantaranya spesies yang terancam punah. Saat hutan ditebangi,
banyak spesies yang harus menghadapi kepunahan. Beberapa spesies di hutan
hujan hanya dapat bertahan hidup di habitat asli mereka. Kebun binatang tidak
dapat menyelamatkan seluruh hewan.
7.
Hutan hujan membantu menstabilkan iklim
dunia dengan cara menyerap
karbon dioksida dari atmosfer. Pembuangan karbon dioksida ke atmosfer
dipercaya memberikan pengaruh bagi perubahan iklim melalui pemanasan
global. Karenanya hutan hujan mempunyai peran yang penting dalam
mengatasi pemanasan global. Hutan hujan juga mempengaruhi kondisi cuaca
lokal dengan membuat hujan dan mengatur suhu.
karbon dioksida dari atmosfer. Pembuangan karbon dioksida ke atmosfer
dipercaya memberikan pengaruh bagi perubahan iklim melalui pemanasan
global. Karenanya hutan hujan mempunyai peran yang penting dalam
mengatasi pemanasan global. Hutan hujan juga mempengaruhi kondisi cuaca
lokal dengan membuat hujan dan mengatur suhu.
D.
Tumbuhan Penyusun Hutan Hujan
Tropis
Tumbuhan
utama penyusun hutan hujan tropis yang basah (lembab), biasanya terdiri atas
tujuh kelompok utama, yaitu :
1.
Pohon-pohon Hutan
Pohon-pohon
ini merupakan komponen struktural utama, kadang-kadang untuk mudahnya dinamakan
atap atau tajuk (canopy). Kanopi ini terdiri dari tiga tingkatan, dan
masing-masing tingkatan ditandai dengan jenis pohon yang berbeda. Tingkatan A
merupakan tingakatan tumbuhan yang menjulang tinggi, dengan ketinggian lebih
dari 30 meter. Pohon-pohonnya dicirikan dengan jarak antar pohon yang agak
berjauhan dan jarang merupakan suatu lapisan kanopi yang bersambung. Tingkatan
B merupakan tumbuhan dengan ketinggian antara 15-30 meter. Kanopi pada
tingkatan ini merupakan tajuk-tajuk pohon yang bersifat kontinu (bersambung) dan
membentuk sebuah massa yang dapat disebut sebagai sebuah atap (kanopi).
Sedangkan tingkatan C merupakan tumbuhan dengan ketinggian antara 5-15 meter.
Tingkatan ini dicirikan dengan bentuk pohon yang kecil dan langsing, serta
memiliki tajuk yang sempit meruncing. Tingkatan-tingkatan kanopi hutan hujan
tropis sebenarnya sukar sekali dtentukan secara pasti. Hal ini disebabkan oleh
ketinggian pohon yang tidak seragam seperti telah disebutkan dalam pembagian
tingkatan di atas. Pengamatan tingkatan kanopi di atas hanyalah bersifat kausal
saja.
2.
Terna
Pada
bagian hutan yang kanopinya tidak begitu rapat, memungkinkan sinar matahari
dapat tembus hingga ke lantai hutan. Pada bagian ini banyak tumbuh dan
berkembang vegetasi tanah yang berwarna hijau yang tidak bergantung pada
bantuan dari luar. Tumbuhan yang demikian hidup adalah iklim yang lembab dan
cenderung bersifat terna seperti paku-pakuan dan paku lumut (Selagenella spp.)
dengan bagian dindingnya sebagian besar terdiri dari tumbuhan berkayu. Terna dapat
membentuk lapisan tersendiri, yaitu lapisan semak-semak (D), terdiri dari
tumbuhan berkayu agak tinggi. Lapisan kedua yaitu semai-semai pohon (E) yang
dapat mencapai ketinggian 2 meter.
Lapisan
semak-semak sering mencakup beberapa terna besar seperti Scitamineae (pisang,
jahe, dll.) yang tingginya dapat melebihi 5 meter. Meskipun kondisi iklim
mikronya panas dan lembab, namun perkembangan terna dalam wilayah hutan hujan
tropis kurang baik. Hal ini disebabkan kurangnya pencahayaan matahari untuk
membantu proses fotosintesisnya. Persebaran terna yang baik terdapat pada
wilayah terbuka dengan air yang cukup melimpah atau pada tebing-tebing terjal,
dimana sinar matahari leluasa mencapai lantai hutan.
3.
Tumbuhan Pemanjat
Tumbuhan
ini bergantung dan menunjang pada tumbuhan utama dan memberikan hiasan utama
pada hutan hujan tropis. Tumbuhan pemanjat ini lebih dikenal dengan sebutan Liana.
Tumbuhan ini dapat tumbuh baik, besar dan banyak, sehingga mampu memberikan
salah satu sifat yang paling mengesankan dari hutan hujan tropis. Tumbuhan ini
dapat berbentuk tipis seperti kawat atau berbentuk besar sebesar paha orang
dewasa. Tumbuhan ini seperti menghilang di dalam kerimbunan dedaunan atau
bergantungan dalam bentuk simpul-simpul tali raksasa (ingat dalam film Tarzan,
the Adventure). Sering pula tumbuhan ini tumbuh di percabangan pohon-pohon
besar. Beberapa diantaranya dapat mencapai panjang sampai 200 meter.
4.
Epifita
Tumbuhan
ini tumbuh melekat pada batang, cabang atau pada daun-daun pohon, semak, dan
liana. Tumbuhan ini hidup diakibatkan oleh kebutuhan akan cahaya matahari yang
cukup tinggi. Beberapa dari tipe ini hidup di atas tanah pada pohon- pohon yang
telah mati. Tumbuhan ini pada umumnya tidak menimbulkan pengaruh buruk terhadap
inang yang menunjangnya. Tumbuhan ini pun hanya memainkan peran yang kurang
berarti dalam ekonomi hutan.
Namun
demikian, epfita memainkan peranan penting dalam ekosistem sebagai habitat bagi
hewan. Epifit pun memainkan peranan penting dan sangat menarik untuk menunjukkan
adaptasi struktural terhadap habitatnya. Jumlah jenisnya lebih beraneka ragam,
biasanya melibatkan kekayaan jenis-jenis tumbuhan spora, baik dari golongan
yang rendah maupun paku-pakuan dan tumbuhan berbunga termasuk diantaranya
semak-semak. Kehadiran epifit dalam ukuran yang luas lagi digunakan untuk
membedakan antara hutan hujan tropis dengan komunitas hutan di daerah iklim
sedang.
5.
Pencekik Pohon
Tumbuhan
pencekik memulai kehidupannya sebagai epifita, tetapi kemudian akar- akarnya
menancap ke tanah dan tidak menggantung lagi pada inangnya. Tumbuhan ini sering
membunuh pohon yang semula membantu menjadi inangnya. Tumbuhan pencekik yang
paling banyak dikenal dan melimpah jumlahnya, baik dari segi jenis ataupun
populasinya, adalah Fircus spp. yang memainkan peranan penting baik dalam
ekonomi maupun fisiognomi hutan hujan tropis. Biji-biji dari tumbuhan pencekik
ini berkecambah diantara dahan-dahan pohon besar yang tinggi atau semak yang merupakan inangnya. Pada stadium ini tumbuhan pencekik masih
berupa epifit, namun akar-akarnya bercabang-cabang dan
menujam ke bawah melalui batang- batang inangnya hingga
mencapai tanah. Kemudian batang-batang pohon itu tertutup dan terjalin oleh akar-akar tumbuhan pencekik dengan sangat kuat.
Setelah beberapa waktu tertentu inang pohon pun akan mati
dan membusuk meninggalkan pencekiknya. Sementara itu
tajuk tumbuhan pencekik menjadi besar dan lebat.
6.
Saprofita
Tipe
tumbuhan ini mendapatkan zat haranya dari bahan organik yang telah mati bersama-sama
dengan parasit-parasit. Tumbuhan ini merupakan komponen heterotrof yang tidak
berwarna hijau di hutan hujan tropis. Jenis tumbuhan ini terdiri atas cendawan
atau jamur (fungi), dan bakteri. Tumbuhan ini dapat membantu terjadinya
penguraian organik, terutama yang hidup di dekat permukaan lantai hutan. Namun
beberapa jenis anggrek tertentu, suku Burmanniaceae dan Gentianaceae,
jenis-jenis Triuridaceae dan Balanophoraceae yang sedikit mengandung klorofil
dapat hidup dengan cara saprofit yang sama. Tumbuhan ini banyak ditemukan pada
lantai hutan yang memiliki rontokkan daun-daun yang cukup tebal dan terjadi
pembusukkan yang nyata. Tumpukan dedaunan tersebut dapat dijumpai pada
rongga-rongga atau sudut-sudut diantara akar-akar banir pohon-pohon.
7.
Parasit
Jenis
tumbuhan ini biasanya mengambil unsur hara dari pohon inangnya untuk
kelangsungan hidupnya. Tumbuhan ini hidupnya hanya untuk merugikan tumbuhan
inangnya. Tumbuhan ini dapat berupa cendawan dan bakteria yang digolongkan
dalam 2 sinusia penting. Pertama adalah parasit akar yang tumbuh di atas tanah
dan yang kedua adalah setengah parasit (hemiparasit) yang tumbuh seperti
epifita di atas pohon. Parasit akar jumlahnya sangat sedikit dan
tidak seberapa penting artinya, namun bila dikaji secara
mendalam akan sangat menarik sekali. Hemiparasit yang bersifat
seperti epifit jenisnya sangat banyak sekali dan jumlahnyanya pun melimpah
ruah serta banyak dijumpai di seluruh hutan hujan tropis.
Kebanyakan hemiparasit adalah dari suku benalu (Loranthaceae).
E.
Komponen Penyusun Hutan Hujan Selain
Tumbuhan
1.
Hewan
Hutan
hujan menyediakan makanan untuk hewan, sehingga hutan hujan tropis di jadikan
rumah bagi berbagai jenis hewan di antarnya mamalia, reptile, burung, amphibi,
serangga dan ikan yang hidup di perairan hutan hujan tropis.
Perairan
hutan hujan tropis termasuk sungai, anak sungai, danau, dan rawa-rawa adalah
rumah bagi mayoritas spesies ikan air tawar. Lembah sungai Amazon sendiri
memiliki 3000 spesies yang diketahui dan kemungkinan spesies yang tidak
teridentifikasi dalam jumlah yang sama.
Banyak
ikan tropis yang dipelihara di akuarium air tawar berasal dari hutan hujan.
Ikan seperti Angelfish, Neon Tetras, Discus, dan lele pemakan ganggang berasal
dari hutan hujan tropis di Amerika Selatan, sedangkan Danios, Gurameh, Siamese
Fighting Fish (atau Betta), dan Clown Loach berasal dari Asia.
Kebanyakan
dari hewan yang ditemukan di hutan hujan adalah serangga. Sekitar seperempat
dari seluruh spesies hewan yang telah diberi nama dan dideskripsikan oleh
ilmuwan adalah kumbang. Hampir 500.000 jenis kumbang diketahui ada.
Karena
pohon-pohon yang terdapat di hutan tropis rata-rata tinggi dan permukaan
tanahnya relatif sering tergenang oleh air, maka hewan yang banyak hidup di
daerah hutan basah ini adalah hewan-hewan pemanjat sejenis primata, seperti;
gorilla, monyet, simpanse, siamang, dan primata lainnya.
2.
Manusia Hutan Hujan
Hutan hujan tropis merupakan rumah bagi
manusia pedalaman yang bergantung pada sekitar mereka untuk makanan, tempat berlindung,
dan obat-obatan. Saat ini hanya sedikit manusia hutan yang hidup dengan cara
tradisional; kebanyakan telah digantikan dengan para penetap dari luar atau
telah dipaksa oleh pemerintah untuk menyerahkan gaya hidup mereka.
Dari
sisa-sisa manusia hutan yang ada, Amazon memiliki jumlah populasi yang
terbesar, walau orang-orang tersebut juga telah dipengaruhi oleh dunia modern.
Sementara mereka masih menggunakan hutan sebagai tempat untuk berburu dan
mengumpulkan makanan, kebanyakan Ameridian, panggilan yang biasa ditujukan pada
mereka, menanam hasil bumi (seperti pisang, manioc, dan beras), menggunakan
barang-barang dari Barat (seperti panci, penggorengan, dan perkakas metal), dan
melakukan kunjungan reguler ke kota-kota untuk membawa makanan dan barang ke
pasar. Walau begitu, manusia-manusia hutan ini dapat mengajarkan banyak tentang
hutan hujan pada kita. Pengetahuan mereka tentang tanaman-tanaman obat yang
digunakan untuk merawat orang sakit tidak ada tandingannya dan mereka memiliki
pemahaman yang luar biasa mengenai ekologi dari hutan hujan Amazon.
Di
Afrika terdapat penghuni hutan asli yang kadang dikenal dengan nama pygmies.
Ukuran tertinggi dari orang-orang ini, juga dikenal sebagai Mbuti, jarang yang
tingginya lebih dari 5 kaki. Ukuran mereka yang kecil membuat mereka dapat
bergerak di dalam hutan dengan lebih efisien bila dibandingkan dengan orang
yang lebih tinggi.
F.
Permukaan Tanah Hutan Hujan
Dedaunan
di kanopi membuat lapisan dasar dari hutan hujan umumnya gelap dan lembab. Bagaimanapun,
terlepas dari bayang-bayang konstanya, permukaan tanah dari hutan hujan adalah
bagian yang penting dari ekosistem hutan.
Lantai
hutan adalah dimana terjadinya pembusukan (decomposation). Dekomposasi atau
pembusukan adalah proses ketika makhluk-makhluk pembusuk seperti jamur dan
mikro organism mengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan mendaur ulang
material-material serta nutrisi-nutrisi yang berguna.
Banyak
dari hewan-hewan terbesar hutan hujan ditemukan di lantai hutan. Beberapa dari
ini termasuk gajah, tapir, dan macan kumbang.
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produktivitas Hutan Hujan Tropis
Produktivitas
merupakan parameter ekologi yang sangat penting. Produktivitas ekosistem adalah
suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses dan
interaksi yang berlangsung simultan di dalam ekosistem. Jika produktivitas pada
suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal ini
menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika terjadi perubahan yang
dramatis, maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau
terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara
organisme-organisme yang menyusun ekosistem.
Produktivitas
khususnya di wilayah tropis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
adalah:
a.
Suhu dan cahaya matahari
Wilayah
hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang
tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan wilayah iklim sedang. Hal ini disebabkan
oleh 3 faktor : (1) Kemiringan poros bumi menyebabkan wilayah tropika menerima
lebih banyak sinar matahari dibanding pada atmosfer luarnya dibanding
dengan wilayah iklim sedang. (2) Lewatnya sinar matahari pada atmosfer
yang lebih tipis
(karena sudut yang lebih tegak lurus di daerah tropika), mengurangi
jumlah sinaran yang diserap oleh atmosfer. Di wilayah hutan hujan tropis,
56% sampai dengan 59 % sinar matahari pada batas atmosfer dapat sampai di
permukaan tanah. (3) Masa tumbuh, yang terbatas oleh keadaan suhu adalah lebih
panjang di daerah hutan hujan tropis (kecuali di tempat-tempat yang sangat tinggi)
Suhu
yang tinggi dan konstan
hampir sepanjang tahun dapat bermakna
musim tumbuh bagi tumbuh-tumbuhan
akan berlangsung lama, yang pada
gilirannya akan meningkatkan produktivitas tumbuhan.
b.
Curah Hujan
Di
daerah hutan hujan tropis jumlah curah hujan per tahun berkisar antara 1600
sampai dengan 4000 mm dengan sebaran bulan basah 9,5-12 bulan basah.
Kondisi ini menjadikan wilayah ini memiliki curah hujan yang merata hampir
sepanjang tahun yang akan sangat mendukung produktivitas.
Walaupun
memberi dampak positif bagi produktivitas vegetasi
menurut
Resosoedarmo et al.,
(1986) curah hujan yang tinggi akan menyebabkan tanah- tanah
yang tidak tertutupi oleh vegetasi rentan sekali terhadap pencucian yang
akan mengurangi kesuburan tanah dengan cepat. Barbour et al, (1987) mengatakan bahwa sebagai salah satu faktor siklus hara dalam sistem, pencucian adalah penyebab utama
hilangnya hara dari suatu ekosistem. Hara yang mudah sekali tercuci terutama adalah Ca dan K.
c.
Interaksi Antara
Suhu dan Curah Hujan
Interaksi
antara suhu yang tinggi dan curah hujan yang banyak yang berlangsung
sepanjang tahun menghasilkan
kondisi kelembapan yang sangat ideal bagi
vegetasi hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas. Warsito (1999)
menjelaskan bahwa kelembapan atmosfer merupakan fungsi dari lamanya hari
hujan, terdapatnya air yang tergenang, dan suhu. Sumber utama air dalam atmosfer
adalah hasil dari penguapan dari sungai, air laut, dan genangan air tanah lainnya
serta transpirasi dari tumbuhan. Menurut Jordan (1995) tingginya kelembapan
pada gilirannya akan meningkatkan laju aktivitas mikroorganisme. Selain
itu, proses lain yang sangat dipengaruhi oleh proses ini adalah pelapukan tanah
yang berlangsung cepat. Pelapukan terjadi ketika hidrogen dalam larutan tanah
bereaksi dengan mineral-mineral dalam tanah atau lapisan batuan, yang mengakibatkan
terlepas unsur-unsur hara . Hara-hara ini ada yang dapat dengan segera
diserap oleh tumbuhan
d.
Produktivitas Serasah
Produktivitas
serasah di hutan hujan tropis adalah juga yang tertinggi di banding dengan
wilayah-wilayah lain sebagaimana yang terlihat pada Table 2. Oleh karena
produktivitas serasah yang tinggi maka akan memberikan keuntungan bagi vegetasi
untuk meningkatkan produktivitas karena tersedianya sumber hara yang banyak.
e.
Tanah.
Tanah
adalah faktor di daerah tropis yang tidak mendukung tingginya
produktivitas yang tinggi. Tanah di hutan hujan tropis adalah tanah yang berumur
sangat tua, kecuali tanah vulkanik. Periode Pleistocene tidak berpengaruh sama
sekali pada tanah disini, dan kemungkinan besar tanah disini berasal dari periode Tertiary.
produktivitas yang tinggi. Tanah di hutan hujan tropis adalah tanah yang berumur
sangat tua, kecuali tanah vulkanik. Periode Pleistocene tidak berpengaruh sama
sekali pada tanah disini, dan kemungkinan besar tanah disini berasal dari periode Tertiary.
f.
Herbivor
Herbivora adalah faktor biotik yang mempengaruhi
produktivitas vegetasi.
Sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora
biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat (Barbour at al.,
1987). Oleh karena produktivitas yang tinggi, maka dapat di antisipasi adanya
potensi yang tinggi untuk terjadi serangan insekta. Namun, sedikit bukti yang ada sekurang-kurangnya di hutan yang tumbuh secara alami, adanya serangan insekta
pada areal berskala luas. Banyak pohon mengembangkan alat
pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika
dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
Sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora
biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat (Barbour at al.,
1987). Oleh karena produktivitas yang tinggi, maka dapat di antisipasi adanya
potensi yang tinggi untuk terjadi serangan insekta. Namun, sedikit bukti yang ada sekurang-kurangnya di hutan yang tumbuh secara alami, adanya serangan insekta
pada areal berskala luas. Banyak pohon mengembangkan alat
pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika
dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
BAB III
KESIMPULAN
Hutan
hujan tropis merupakan hutan yang memiliki keanekaragaman tumbuhan
yang sangat tinggi, atau hutan dengan pohon-pohon yang tinggi,
iklim yang lembab, dan curah hujan yang tinggi.
Hutan
hujan tropis memiliki fungsi menyediakan rumah bagi
banyak tumbuhan dan hewan, membantu menstabilkan iklim dunia, melindungi dari
banjir, kekeringan, dan erosi, sumber dari obat-obatan dan makanan, menyokong
kehidupan manusia suku pedalaman, dan adalah tempat menarik untuk dikunjungi.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiananda.
2008. Forest Ecology. Gadjah Mada: Jogjakarta.
http://ahmad-zaenudin.blogspot.com/2008/03/hutan-hujan-tropis-di-
indonesia-usaha.html
indonesia-usaha.html
Patandianan, A. T. 1996. Studi Komposisi
dan Struktur Vegetasi Areal HPH PT. Bina Wana Sejahtera, Propinsi
Sulawesi Utara. Tesis. PPS Univ. Gadjah Mada, Jogjakarta.
Zaenuddin. 2008.
Pengantar Ekolologi. Penerbit Remadja Karya CV, Bandung